Rabu, 25 Juli 2012

Peter Bjorn and John - Nothing to Worry About



A music video by Peter Bjorn and John performing Nothing to Worry About. Directed by Andreas and Filip Nilsson. All copyrights belongs to the owner.
This video exposing she sub-culture of 'Japanese Rockabilly' an unexposed sub-culture in Japan.
This video also tells a story about, em, enough talking, check it yourself.
Somewhat entertaining for me, lyric, music and the video.

"negative, why always so negative if have problems, why don't go and solve them ?" Peter Bjorn and John - Nothing to Worry About


Musiknya ceria dan kekanak-kanakan, bukan berarti maknanya kekanak-kanakan juga. Yah, waktu anak-anak lo lebih gampang dengerin orang kan? Coba dengerin ini waktu butuh semangat, hahaha.

"Beat me up, at least you won't be so out of touch, if you are a poet, why don't you lift a tongue and show it?" Peter Bjorn and John - Nothing to Worry About



Some people may need to beaten up, it's just about how the way you do it. An entertaining way is much better I think, hahahahhaha #nyampah

#GETDRILLED

Senin, 23 Juli 2012

Children of the Night


Wanderers of the night,
We don’t care about about the lack of light,
Nor brave enough to face something fright,
We just looking for something that might,

Walkers of the night,
We’re not looking for someone to fight,
Nor looking for gals with their ass firmly tight,
We just wonderin’ about how it might,
Travellers of the night,
We’re not losing our sight,
Nor thinking that our minds are bright,
We’re just singing about what it might
Never care if it’s wrong or right!

Lobby FHUI, 16 Mei 2011, 23.20 disempurnakan di Jakarta 23 Juli 2012, 3.13

Minggu, 22 Juli 2012

Criminology


It’s not so easy to be a Criminology student...
We have to know about law, like Law students,
We have to understand about people’s mind, like Psychology students,
We set our sight at international affair and security, like International Relations students,
We studied about policy, like Administration students,
We’re expected to understand the cyberworld, like Computing Science students,
We analyze the risk that potentially threaten an enterprise, just like Economics students,
We’re not just making news like Journalistic students, we make critics of them,
We’re not just making building concept like Architecture students, we prevent it from being intruded,
Fortunately, we don’t have to examine someone’s corpse like Medical students,
But unfortunately we can’t take their jobs!


22 Juli 2012
2.22
Sambil mengingat betapa sulitnya menghafal pasal atau membuat maket

Selasa, 03 Juli 2012

Mereka Sudah Menang


Mereka Sudah Menang

“Bagaimana para pihak yang berwenang di kampus ini dengan hebatnya mempertahankan hegemoni dengan memanfaatkan berbagai cara, mulai dari situasi sampai menggunakan mahasiswa itu sendiri. Sebuah catatan kurang penting dari pengamatan super-subjektif seorang mahasiswa”

Oke, musim liburan kembali menyapa para mahasiswa di kampus perjuangan. Waktu-waktu seperti ini selalu menyenangkan, baik bagi mahasiswa tingkat awal, atau yang biasa disebut maba maupun tingkat menangah dan akhir. Bagi para maba, ini adalah waktu dimana mereka sedang dalam proses melepaskan label sebagai orang baru karena kampus ini sendiri sedang juga dalam proses menyambut orang baru yang lain. Bagi mereka yang berada di tingkat tengah, waktu ini tentu saja, paling memenuhi kriteria ‘liburan’ dibanding untuk mahasiswa tingkat lainnya (saya kebetulan berada di tingkat ini, dan pendapat tadi merupakan 100% yang saya rasakan) setelah berbagai problema dan haru biru mahasiswa tingkat menengah, yang biasanya sedang sibuk-sibuknya (kata anak sekarang, hectic) menghadapi hantaman pekerjaan diantara ombang-ambing ombak kesibukan dan fokus antara nilai akademis maupun non-akademis. Sementara bagi mahasiswa tingkat akhir, terutama mahasiswa yang sudah wisuda, ini adalah saat mereka sibuk melayani ucapan selamat atau merayakan pesta kelulusan sederhana yang dibuat oleh rekan-rekan mereka. Yah, liburan memang menyenangkan.

Akan tetapi tidak hanya mahasiswa yang menanti saat liburan semester, melainkan juga pihak berwenang, para pejabat, petinggi atau apapun anda menyebutnya di gedung Rektorat, dimana melihat fenomena dua tahun ini liburan selalu menjadi momentum bagi mereka untuk melaksanakan hal-hal yang mereka inginkan, entah itu hal yang menyenangkan atau tidak bagi mereka, tanya sendiri. Memang terlalu kasar untuk menyebut momentum liburan semester yang juga menjadi saat penerimaan mahasiswa baru adalah waktu Rektorat mengeruk uang yang banyak dari iuran uang gedung dan biaya operasional pendidikan, meskipun memang tahun inipun BOP-B kembali bermasalah dan BOP untuk mahasiswa parallel sendiri kembali membengkak, bukan, bukan  itu yang akan dibahas disini. Biarlah para anggota departemen Kastrat maupun Akprop, organ-organ taktis dan komunitas-komunitas diskusi saja yang membahasnya dalam rangka perjuangan mereka. Saya sama sekali tidak berniat menjadi teman seperjuangan apalagi saingan mereka, karena dengan banyaknya teman seperjuangan dan saingan selain mereka pun, perjuangan mereka sudah cukup berat.

Tahun lalu, di saat beberapa mahasiswa mungkin baru mengupdate berita bahwa ia telah mencapai tujuan liburannya, secara kontroversial pihak Rektorat yang diwakili Bapak Rektor sendiri menganugerahkan gelar Doktor Honoris Clausa kepada Raja Arab Saudi, seolah tidak memperdulikan berita TKI yang dihukum mati di negara yang dipimpin si penerima gelar beberapa waktu sebelum penganugerahan tersebut. Hal ini cukup untuk menjadi peletup yang berimbas kepada munculnya isu tata kelola UI bagi gerakan-gerakan yang marak terjadi selama paruh kedua tahun 2011 kemarin, mulai dari #saveUI atau #GIE yang lebih mengarah ke sang Rektor sebgai individu. Bukan, tulisan ini bukan membahas kembali mengenai gerakan-gerakan tersebut. Entah saya adalah mahasiswa apatis dan kurang pergulan dengan para aktivis gerakan-gerakan tersebut, tapi menurut saya, gerakan itu sudah basi sebelum huruf pertama di tulisan ini diketik.

Tahun ini, seolah taktik itu masih ampuh, pihak-pihak yang berwenang kembali mengeluarkan sebuah keputusan yang juga tak kalah kontroversial, yaitu pengunduran jadwal pemilihan Rektor yang membuat semua biaya cetak poster publikasi mengenai agenda ini menjadi sia-sia. Pemlihan yang seharusnya dilaksanakan bulan Juli akhirnya ditunda, hingga saat yang tidak ditentukan. Sejauh ini, saya hanya mengikuti perkembangan isu ini dari obrolan dengan beberapa orang dan tweet dari akun pers mahasiswa Suara Mahasiswa.

Tentu saja yang menarik disini adalah bagaimana selama dua tahun berturut-turut pihak-pihak yang berwenang di gedung sana memanfaatkan libur panjang semester untuk mengeluarkan keputusan yang dirasa mungkin akan memancing gerakan-gerakan mahasiswa yang akan mengganggu pelaksanaan keputusan tersebut. Mungkin mereka memanfaatkan bagaimana beberapa mahasiswa merasa jenuh dengan kegiatan kemahasiswaan mereka di kampus dan mencoba lari sejenak ke tempat-tempat pariwisata, atau bagaimana kerinduan mahasiswa perantauan terhadap hidangan gratis berkualitas di rumah mereka yang menjadi selingan hidangan mahal seadanya di tempat mereka menuntut ilmu.

Tapi, mari lihat lebih jelas, hal itu cuma salah satu bentuk hegemoni para pihak berwenang untuk mencengkeram mahasiswa agar tidak bergerak sesuai keinginan mereka. Lihatlah bagaimana waktu untuk lulus dibatasi, bagaimana dana kegiatan mahasiswa dipersulit turun yang membuat para mahasiswa pulang malam demi mengumpulkan uang seceng demi seceng utuk sekedar menyewa peralatan yang mereka butuhkan untuk acaranya atau bagaimana berbagai pekerjaan dari departemen masing-masing dengan imbalan uang selalu menggiurkan mahasiswa. Lalu dimanakah celah bagi para aktivis itu untuk melakukan pencerdasaan yang sekedar bertujuan membangkitkan kesadaran teman-temannya yang sudah sibuk dengan kegiatannya masing-masing?

Para mahasiswa dan mahasiswi itu tidak akan perlu memperdulikan gerakan-gerakan diatas jika memang gerakan tersebut tidak mengganggu mereka, atau gerakan itu sendiri tidak memberi kelancaran pada kegiatan mereka. Tidak, tentu saja ini tidak bisa semata-mata disebut ‘apatis’, terutama jika melihat kenyataan bahwa mahasiswa saat ini memang sudah punya kewajiban masing-masing sesuai dengan kesibukannya. Pertanyaanya cuma satu, kenapa mereka harus sadar akan permasalahan di kampus mereka jika semua kegiatan mereka berjalan seperti biasa?

Lihatlah bagaimana spanduk yang “BESAR” hanya akan diingat sebagai pemandangan sementara ketimbang mengingatkan bahwa ada masalah yang lebih besar di UI, atau #UIGue yang kalah sering diupdate mahasiswa ketimbang #nomention. Rasanya agak lucu sekaligus mengenaskan jikalau dua-duanya hanya bernasib seperti pin #saveUI yang saya juga telah lupa dimana tempat menaruhnya.

Apa boleh buat kawan, terima saja, Rektorat sudah menang, sebelum massa aksi pertama meneriakkan jargon “Hidup Mahasiswa!” di depan gedung mereka.

Depok, 2 Juli 2012 Pukul 18.32

Minggu, 13 Mei 2012

Wahana dan Wacana

Setelah sekian lamanya ada dalam ketiadaan, sekian lamanya menantikan akhir dari kehampaan, sekian lamanya hanya berisikan kerinduan akan isi, akhirnya wahana ini mampu menulis 'sekian' pada cerita kekosongannya. Wahana ini mungkin telah menemukan wacananya, atau wacananya sendiri yang telah menemukan wahananya. Wacana dalam wahana ini bukanlah merupakan sebuah akhir, bukan juga sebuah awal, karena wacana ini adalah sebuah bentuk perlawanan akan konsep dari ketidakabadian, yang seolah dipaksakan menjadi kodrat manusia. Ya, wacana ini adalah sebuah keabadian, keabadian dari pemikiran manusia, yang akan terus menghantui siapapun yang bersentuhan dengannya.

9.49 PM, 13 Mei 2012, hujan mengurung saya di ruangan sempit ini